Pernah nggak sih lo ngerasa deket banget sama seorang YouTuber, streamer, atau selebgram? Lo nonton semua kontennya, ngikutin IG story-nya setiap hari, ketawa sama leluconnya, bahkan ngerasa sedih kalo dia lagi ada masalah. Lo ngerasa kenal banget sama dia, seolah-olah dia itu temen deket lo. Padahal, dia sama sekali nggak tau lo siapa. Nah, perasaan ini ada namanya, lho: parasocial relationship atau hubungan parasosial.
Istilah ini mungkin kedengeran kayak penyakit, tapi sebenarnya ini fenomena psikologis yang normal banget, dan udah ada jauh sebelum internet lahir. Dulu, orang ngalamin ini sama penyiar radio atau aktor film. Tapi di era internet dan media sosial, fenomena ini jadi makin kuat dan makin umum. Kenapa bisa gitu?

Kenapa Kita Bisa Ngerasa “Kenal”?
Kreator konten modern itu jago banget membangun ilusi kedekatan. Mereka nggak lagi kayak artis di TV yang jauh dan nggak tersentuh. Mereka ngajak kita masuk ke kehidupan sehari-hari mereka.
- Berbicara Langsung ke Kamera: Pas YouTuber favorit lo ngomong, dia natap lurus ke kamera. Secara psikologis, otak kita menginterpretasikan ini seolah-olah dia lagi ngomong langsung ke kita, berdua aja. Ini ngebangun rasa keintiman.
- Membagikan Kehidupan Personal: Mereka nunjukkin kamar tidurnya, sarapannya, peliharaannya, bahkan curhat soal hari yang buruk. Dengan ngeliat detail-detail personal ini, kita jadi ngerasa jadi bagian dari hidup mereka.
- Interaksi Langsung (Semu): Fitur kayak live streaming, Q&A, atau balesin komen bikin kita ngerasa didengerin. Pas streamer nyebutin username lo dan ngejawab pertanyaan lo di tengah ribuan penonton, ada rush kepuasan tersendiri. Ini memperkuat ilusi hubungan dua arah, padahal aslinya tetep satu arah. Lo pasti suka ini juga karena momen-momen kecil kayak gini yang bikin kita makin ‘terikat’.
Sisi Positif dan Negatifnya
Hubungan parasosial ini kayak pisau bermata dua. Ada bagusnya, ada juga bahayanya.
Sisi Terangnya:
- Mengatasi Kesepian: Buat banyak orang, kreator favorit bisa jadi ‘teman’ virtual yang nemenin di saat sepi. Konten mereka bisa jadi sumber hiburan, inspirasi, bahkan motivasi.
- Membangun Komunitas: Fans dari kreator yang sama seringkali membentuk komunitas sendiri. Mereka bisa ngobrol, berbagi minat yang sama, dan akhirnya dapet teman beneran. Ini salah satu aspek paling positif dari fan culture.
- Belajar Hal Baru: Banyak kreator yang fokus di bidang edukasi. Hubungan parasosial bisa bikin proses belajar jadi lebih menyenangkan karena kita ngerasa diajarin sama ‘teman’ yang kita percaya.
Sisi Gelapnya:
- Keterikatan Berlebih (Obsesi): Batasan antara fans dan penguntit (stalker) itu tipis. Beberapa orang bisa jadi terlalu terobsesi, mencoba cari tahu informasi pribadi si kreator, atau bahkan datang ke rumahnya. Ini udah nggak sehat dan menyeramkan.
- Kekecewaan Mendalam: Karena kita ngerasa kenal, kita jadi punya ekspektasi tertentu. Begitu si kreator melakukan sesuatu yang nggak sesuai sama ‘gambaran’ kita (misalnya, skandal atau sekadar punya pacar), rasa kecewanya bisa dalem banget, seolah-olah dikhianati temen sendiri.
- Rentan Dimanipulasi: Kepercayaan yang terbangun bisa dimanfaatin. Kreator bisa dengan mudah ngejual produk apapun, dan karena kita ‘percaya’ sama dia, kita jadi lebih gampang buat beli, meskipun mungkin kita nggak butuh. Ini juga berlaku buat penyebaran opini atau bahkan misinformasi.
Jadi, Gimana Sebaiknya?
Kuncinya adalah kesadaran diri (self-awareness). Nggak ada yang salah dengan jadi fans berat. Nikmatin kontennya, dukung kreatornya, ikut seneng sama pencapaiannya. Itu semua wajar.
Tapi, penting buat selalu inget bahwa hubungan ini sifatnya satu arah. Lo cuma liat versi kurasi dari hidup mereka, panggung depan yang mereka pilih buat ditunjukin. Lo nggak bener-bener kenal mereka secara pribadi, dan itu nggak apa-apa.
Jaga batasan yang sehat. Jangan investasikan emosi lo terlalu dalam. Dan yang paling penting, jangan sampai hubungan parasosial ini menggantikan hubungan sosial lo yang nyata dengan keluarga dan teman-teman di dunia nyata. Karena pada akhirnya, koneksi manusialah yang paling berarti.














